Meskipun sudah lama dikenal, baru awal 2011
bisnis pohon kamboja tua kembali marak seiring dengan makin menjamurnya
perumahan mewah di seantero Jakarta. Pohon kamboja tua dengan tinggi
hingga tujuh meter menjadi salah satu komoditi yang laris dicari oleh
pihak pengembang perumahan.
Pohon
kamboja belakangan ini memang sedang naik kelas. Kalau dulu kamboja
kita kenal sebagai penghias kuburan, kini kamboja sudah jadi penghias
rumah. Bahkan, kini kebutuhan pohon kamboja dengan tinggi tertentu dan
usia tertentu sudah menjadi penghias halaman rumah-rumah mewah.
Pohon
kamboja ini memang unik. Bodinya meraksasa dengan tinggi menjulang 1
meter sampai 7 meter. Diameter pohon bisa mencapai 50 centimeter
sehingga pohon kamboja ini sudah kelihatan tua sekali, seperti laiknya
pohon fosil, namun masih hidup. Bahkan saking tuanya pohon, tak banyak
daun yang tumbuh di situ. Inilah yang membuat kamboja itu jadi nampak
antik.
Nah,
kamboja tua raksasa inilah yang belakangan banyak diburu pecinta
tanaman hias. "Pohon kamboja itu rata-rata sudah berusia ratusan tahun.
Bahkan ada yang berusia 500 tahun," ujar Toto Hermawan, pengelola
Bintaro Foresta di kawasan Bintaro Jaya, Tangerang Selatan.
Menurut
Toto, yang baru menggeluti bisnis kamboja tua pada 2010 lalu,
permintaan kamboja tua semakin meningkat. Pesanan kamboja tua itu
terutama dari pengembang-pengembang perumahan mewah, seperti Pantai
Indah Kapuk (PIK), Bumi Serpong Damai (BSD), Agung Podomoro, Pembangunan
Jaya Ancol, hingga Summarecon Agung.
Para
pengembang itu menjadikan kamboja tua sebagai daya tarik artistik rumah
yang mereka jual. "Sebanyak 90% konsumen saya adalah pengembang, dan
yang terbesar adalah Pantai Indah Kapuk, " ujar Toto.
Toto
mengaku menjual kamboja berusia antara 50 tahun hingga 500 tahun dengan
tinggi mulai dari 1 meter hingga 7 meter. "Harga yang kami tawarkan
mulai Rp 7 juta hingga Rp 75 juta, tapi masih bisa nego," ujarnya.
Saban
bulan Toto bisa menjual sedikitnya lima kamboja tua. Namun, dari harga
jual setinggi itu, Toto mengaku hanya mendapat untung bersih Rp 5 juta
per pohon. Menurut Toto, minimnya keuntungan itu karena biaya pengiriman
pohon yang lumayan menguras kocek.
Toto
membeli pohon-pohon tersebut dari wilayah Cirebon, Solo, dan Ponorogo.
Ia mengangkutnya dengan menggunakan truk tronton. Ongkos sekali angkut
bisa mencapai puluhan juga. Tidak hanya itu, untuk menurunkan pohon ke
lahan penanaman di Jakarta, dia juga harus menyewa crane. "Sekali
datang, ongkosnya Rp 1,5 juta," ujar Toto.
Cerahnya
bisnis kamboja tua juga diakui oleh Fahri Riansyah pemilik Plumeria
Center, juga di Bintaro Jaya. Menurut Fahri, pengembang rumah-rumah
mewah saat ini lebih memilih menghias halaman rumah dengan kamboja tua.
Selain untuk peneduh, perawatan pohon ini juga gampang, cukup disiram
sekali sehari.
Fahri
mengaku, saat ini sudah susah mencari kamboja tua di sekitar Jakarta.
Karena itu, sejak 2006 silam, Fahri mulai berburu kamboja tua hingga ke
Lampung, Jambi, Balikpapan, dan bahkan sampai Jayapura, Papua.
Sama
seperti Toto, pelanggan utama Fahri adalah pengembang perumahan mewah.
"Tapi kalau ada individu yang beli, juga saya layani," ujar Fahri.
Fahri
melepas kamboja tua itu dengan harga antara Rp 15 juta hingga Rp 75
juta untuk ukuran pohon 1 meter hingga 7 meter. "Yang paling banyak
dipesan ukuran lingkar 1,5 meter dengan tinggi 6 meter dengan harga
sekitar Rp 50 jutaan," ujar Fahri.
Fahri
memperkirakan, umur kamboja sebesar itu sekitar 200 tahun sampai 250
tahun. Saban bulan, rata-rata Fahri mampu menjual enam sampai 10 pohon
dengan keuntungan antara 10% sampai 20%.
Mengingat
mahalnya harga pohon, baik Toto maupun Fahri sama-sama memberikan
garansi akan mengganti pohon yang mati dengan yang baru. Selain itu,
mereka juga memberi fasilitas penanaman langsung. "Bisnis ini sangat
mengandalkan pelayanan. Kalau pelayanan bagus, pelanggan senang dan
pasti akan datang lagi," ujar Toto.
Prospek
cerah bisnis ini juga tak bisa lepas dari tren kepedulian terhadap
lingkungan. Dengan menanam pohon berukuran raksasa, para konsumen merasa
ikut berpartisipasi mengurangi pemanasan global.
0 comments:
Post a Comment